Tempat Wisata ditempat Kelahiranku
1. Wae Rebo

Untuk mencapai
Wae Rebo, pengunjung harus menempuh perjalanan sekitar 6 km dari Desa Dintor ke
Desa Denge dengan menggunakan motor. Perjalanan dari Denge menuju Wae Rebo,
kira-kira memakan waktu pendakian selama 3 jam dengan menyusuri daerah
terpencil yang dikelilingi hutan lebat yang belum terjamah, menyebrangi sungai
serta melintasi bibir jurang.
Meski lokasinya
berada jauh dari keramaian dan sulit terjangkau, namun Kampung Wae Rebo sangat
terkenal terutama oleh wisatawan asing Negara-negara di Eropa karena desain
arsitekturnya yang memiliki daya tarik tinggi. Salah satu hal yang menarik dari
Desa Wae Rebo adalah rumah adatnya yang berbentuk kerucut dan atapnya terbuat
dari daun lontar. Hasil kerajinan tangan warga, hasil kopi, vanili dan kulit
kayu manis laris sebagai barang cendera mata yang dibawa pulang oleh wisatawan
denga harga yang memuaskan.Tak sulit untuk jatuh cinta pada kampung ini.
Pengunjung dapat merasakan keunikan budaya, adat istiadat, keramahan warganya
serta kearifan lokal yang masih terasa kental di kampung ini.
Daerah subur Ruteng
menjadi lumbung padi Nusa Tenggara. Di dekat Ruteng, terdapat pedesaan bernama
Cancar yang juga menjadi area persawahan. Tak seperti area persawahan pada
umumnya di Indonesia (maupun di belahan dunia lainnya), bentuk sawah di Cancar,
Ruteng sangatlah unik. Jika dilihat dari dekat, bentuknya hampir sama dengan
area persawahan pada umumnya. Namun, jika dilihat dari atas, area persawahan di
Cancar berbentuk seperti jaring laba-laba. Beruntung area persawahan di Cancar
dikelilingi oleh perbukitan, sehingga pengunjung seperti diberi tempat yang
terbaik untuk melihat sawah jaring laba-laba. Jumlah sawah jaring laba-laba tak
hanya satu lho, tapi banyak.
Sampai yang ketujuh kali, dia tidak lagi turun. Begitu dia lihat cincin di
tanah, dia ambil tombak berburunya, dan melempar tombak itu ke tengah cincin
tersebut. Ujung tombaknya menancap ke tanah bersama cincin itu. Hah! Kali ini
tidak mungkin lagi cincin itu hilang. Katanya dalam hati. Dia buru-buru turun
dari atas pohon. Lalu menarik tombaknya yang tertancap ke dalam tanah. Saat
tombaknya tertarik, bukan cincin yang dilihatnya di ujung tombak, tapi dari
bekas tancapan tombaknya di tanah itu meluap air. Makin lama makin besar. Dia
panik. Naik lagi ke atas pohon. Dan dalam sekejap saja air memenuhi lembah itu.
Dan dia tenggelam bersama pohon-pohon di lembah itu. Terjadilah Danau Rana
Mese.
Pemburu bernama Empo Mese itu mati di dasar danau. Dan konon kemudian, kepala Empo Mese itu menjadi batu yang diangkat para Darat (bidadari) dari dasar danau dan diletakkan di tempat tepi jalan setapak itu.
Kalau kamu tidak mau bernasib sama seperti Empo Mese, jangan pernah duduk dan main-main dengan Batu Sa'i Empo Mese di Danau Rana Mese itu.
Pemburu bernama Empo Mese itu mati di dasar danau. Dan konon kemudian, kepala Empo Mese itu menjadi batu yang diangkat para Darat (bidadari) dari dasar danau dan diletakkan di tempat tepi jalan setapak itu.
Kalau kamu tidak mau bernasib sama seperti Empo Mese, jangan pernah duduk dan main-main dengan Batu Sa'i Empo Mese di Danau Rana Mese itu.
4. Liang Bua
Gua Liang Bua berhias staklatit cantik yang
menjuntai dari langit-langit gua. Berkat penelitian dan penemuan tersebut, Gua Liang Bua semakin
dikenal bukan hanya sebagai tempat wisata tetapi juga sebagai tempat penelitian
kelas Internasional.
5. Gereja Khatedral Ruteng
Pembaptisan perdana umat Manggarai di Reo pada tanggal 17 mei 1912 sebanyak 6 orang mendahului pembaptisan perdana warga Ruteng di Pitak tanggal 11 Desember 1914 oleh Mgr. Petrus Neijen, SVD mengawali “penanaman” benih iman katolik di Ruteng. Pemeliharaan iman yang telah ditanam itu, untuk sementara belum mendapat perhatian yang insentif.
6. Tambak Dalo
Tambak Dalo yang terletak berdampingan dengan Sawah Lodok di Cara, Kecamatan Ruteng, Kabupaten Manggarai dan sekarang telah tumbuh menjadi destinasi wisata alternatif bagi masyarakat kota Ruteng dan sekitarnya.
Komentar
Posting Komentar